ahlan wa sahlan

Semoga bermanfaat," Sampaikanlah Walau Hanya Satu Ayat"

Selasa, 05 Juni 2012

Laporan Praktikum Pengelolaan Gulma Perkebunan


KUNJUNGAN LAPANG PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN TEBU PT GUNUNG MADU PLANTATION
 (Laporan Praktikum Pengelolaan Gulma Perkebunan)


Oleh
Kelompok 3
Adam Rizki                             0914013058
Angelinar Siringo Ringo         0914013076
Apri  T Hutapea                      0914013077
Ari Setiawan                           0914013079
Darso Waluyo                         0914013084
Erika Alina Putri                     0914013194




Description: Logo Unila








JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012


I. PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Gulma merupakan jenis tumbuhan yang hidupnya atau keberadaannya tidak dikehendaki. Munculnya suatu jenis gulma di sekitar areal tanaman budidaya dapat dikendalikan dengan menggunakan bahan kimia yang dinamakan herbisida.
Menurut Kuntohartono (1987), gulma merupakan kendala utama di areal perkebunan tebu terutama karena terjadi peningkatan kelebatan pertumbuhan gulma yang cepat dan lebat dengan berbagai macam spesies yang mendominasi. Padahal pada masa-masa tertentu tebu harus terhindar dari persiangan gulma, salah satunya adalah ketika tebu pada masa bertunas dan memulai fase anakan.
Masa tersebut merupakan masa kritis pertumbuhan tebu dan selepas masa kritis tersebut tebu mampu bersaing dengan gulma. Gulma tumbuh rapat sejak tanaman tebu berumur 4-6 minggu dan sangat lebat pada saat umur tanaman tebu 8-12 minggu.
Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara, dan air. Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko et al. 2002).
Kehadiran gulma akan mempersulit pemeliharaan dan pemanenan serta menurunkan kualitas penebangan tebu, baik yang dilakukan secara manual, maupun mekanik. Peng (1984) menyatakan bahwa penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma pada pertanaman tebu bisa mencapai 6.6% –11.7% pada berbagai jenis tanah yang beragam. Pengaruh buruk yang diberikan oleh gulma dapat dilihat pada berkurangnya jumlah anakan tebu, batang tebu menjadi kecil, ruas pendek-pendek dan berwarna pucat.


B.  Tujuan
Praktikum kunjungan lapang ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui jenis/golongan gulma yang terdapat di PT GMP
2.      Mengetahui teknik pengendalian gulma yang terdapat di PT GMP
3.      Mengetahui kondisi gulma di perkebunan tebu PT GMP secara langsung


II. TINJAUAN PUSTAKA


Pengertian gulma selalu dikaitkan dengan perencanaan penggunaan sesuatu lahan, contohnya pada kondisi tertentu alang-alang masih berguna bagi manusia karena dapat mengurangi erosi dan meningkatkan bahan organik dalam tanah. Namun, bila lahan tersebut akan dipergunakan untuk budidaya tanaman pokok maka berubahlah statusnya menjadi gulma. Menurut Moenandir (1988) gulma selalu berada dimana ada tanaman tumbuh karena gulma selalu berasosiasi dengan tanaman tertentu. Dengan sendirinya gulma juga ada di sekitar tanaman dan saling berinteraksi. Salah satu bentuk interaksi adalah persaingan atau kompetisi. Persaingan gulma dalam memperebutkan unsur hara, air, cahaya matahari dan ruang akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman pokok (Tjitrosoedirdjo et al 1984). Gulma didefinisikan sebagai tanaman yang tidak diinginkan tumbuh pada tempat-tempat dimana tanaman pokok dibudidayakan oleh manusia (Humbert, 1968).
Menurut Kuntohartono (1987), gulma merupakan kendala utama di areal perkebunan tebu terutama karena terjadi peningkatan kelebatan pertumbuhan gulma yang cepat dan lebat dengan berbagai macam spesies yang mendominasi. Padahal pada masa-masa tertentu tebu harus terhindar dari persiangan gulma, salah satunya adalah ketika tebu pada masa bertunas dan memulai fase anakan.
Masa tersebut merupakan masa kritis pertumbuhan tebu dan selepas masa kritis tersebut tebu mampu bersaing dengan gulma. Gulma tumbuh rapat sejak tanaman tebu berumur 4-6 minggu dan sangat lebat pada saat umur tanaman tebu 8-12 minggu.


Kehadiran gulma akan mempersulit pemeliharaan dan pemanenan serta menurunkan kualitas penebangan tebu, baik yang dilakukan secara manual, maupun mekanik. Peng (1984) menyatakan bahwa penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma pada pertanaman tebu bisa mencapai 6.6% –11.7% pada berbagai jenis tanah yang beragam. Pengaruh buruk yang diberikan oleh gulma dapat dilihat pada berkurangnya jumlah anakan tebu, batang tebu menjadi kecil, ruas pendek-pendek dan berwarna pucat.
        Menurut Setyamidjaja dan Azharni (1992), macam spesies gulma di kebun tebu sangat ditentukan oleh cara mengolah tanah dan macam tanaman  budidayanya. Pengolahan tanah menyeluruh dengan membajak akan mengurangi kepadatan berbagai spesies gulma dari keluarga poaceae, tetapi dapat menambah pertumbuhan teki dan berbagai spesies gulma berdaun lebar. Pada lahan tegalan, macam spesies gulma pada pertanaman baru agak berbeda dengan keprasannya, karena waktu pertumbuhan tanaman baru jatuh pada awal musim hujan, sedangkan waktu pertumbuhan keprasan adalah musim kemarau.
            Menurut Sukman (2002), terdapat beberapa metode/cara pengendalian gulma yang dapat dipraktikkan di lapangan, metode-metode tersebut diantaranya adalah:
1. Pengendalian dengan upaya preventif (pembuatan peraturan/ perundangan, karantina, sanitasi dan peniadaan sumber invasi).
2. Pengendalian secara mekanis/fisik (pengerjaan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan, penggenangan dan pembakaran).
3. Pengendalian secara kultur-teknis (penggunaan jenis unggul terhadap gulma, pemilihan saat tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam/heavy seeding, tanaman sela, rotasi tanaman dan penggunaan mulsa).
4. Pengendalian secara hayati (pengadaan musuh alami, manipulasi musuh alami dan pengelolaan musuh alami yang ada di suatu daerah).
5. Pengendalian secara kimiawi (herbisida dengan berbagai formulasi, surfaktan, alat aplikasi dsb).
6. Pengendalian dengan upaya memanfaatkannya untuk berbagai keperluan seperti sayur, bumbu, bahan obat, penyegar, bahan/karton, biogas, pupuk, bahan kerajinan dan makanan ternak.


III. METODOLOGI


A.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kunjungan lapang ini adalah kendaraan (bus), dan alat tulis.

B.     Cara kerja
Praktikum kunjungan lapang ini dilakukan dengan cara:
1.      Dilakukan persiapan kunjungan lapang ke PT GMP berupa akomodasi dan transportasi.
2.      Dilakukan kunjungan lapang dengan menemui penanggung jawab wilayah.
3.      Dilakukan kuliah lapang dan penjelasan secara umum dari pihak PT GMP.
4.      Dilakukan kunjungan ke lahan yang sedang di aplikasi, berupa aplikasi pengolahan lahan, pemupukan dan aplikasi herbisida dengan boom spayer. Selain itu, dilakukan tanya jawab selama kunjungan ke lahan.
5.      Dilakukan praktik kaliberasi boom sprayer.
6.      Dicatatsemua informasiyang diperoleh dan dibuat laporan kunjungan lapang.


III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil Pengamatan

Setelah dilakukan kunjungan lapang ke PT GMP, diperoleh hasil kunjungan berupa pengelolaan gulma secara kimiawi pada saat pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh). Selain itu, diperoleh pengetahuan tentang pemupukan dan kalibrasi boom sprayer.


B. Pembahasan


Perkebunan tebu pada lahan kering memiliki gulma yang lebih beragam dan lebih berbahaya. Gulma – gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian. Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium dan Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.

Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma di PT GMP dilakukan scara terpadu yang meliputi pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Pada lahan kering umumnya pengendalian gulma dilakukan secarasecara kimia, yang dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh).


Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu belum tumbuh. Dilaksanakan pada 3 – 5 hari setelah tanam. Pengendalian ini merupakan kunci keberhasilan pengendalian gulma berikutnya. Aplikasi herbisida dilaksanakan dengan menggunakan Boom Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12 meter yang ditarik oleh traktor kecil 80 HP. Tekanan yang umum digunakan adalah 3 bar dan 1400 rpm. Jumlah nosel pada Boom Sprayer ada sebanyak 24 buah. Sebelum dilakukan aplikasi herbisida, terlebih dahulu dilakukan persiapan alat, pengawasan kondisi areal dan gulma, serta menentukan jenis herbisida yang akan digunakan. Kondisi lahan yang diamati berupa kecepatan angin dan perkiraan akan turun hujan. Kecepatan angin diukur menggunakan alat pengukur kecepatan angin. Jika angin bertiup lebih dari 250 m/s (2 knot), maka aplikasi Boom Sprayer tidak bisa dilaksanakan. Hal ini dikarenakan droplet herbisida yang jatuh tidak merata. Kondisi lahan yang lainnya yaitu pengairan. Jika terjadi kemarau, maka sebelum diaplikasi herbisida dengan Boom Sprayer dilakukan irigasi. Pada raotoon cane, irigasi dilakukan selama 2 jam, sedangkan pada plant cane irigasi dilakukan selama 3 jam.
Gambar 1. Aplikasi Metribuzin menggunakan Boom Sprayer
Gambar 2. Alat pengukur kecepatan angin

Pada aplikasi hebisida kali ini digunakan hebisida denan bahan aktif Metribuzin. Herbisida ini biasanya digunakan pada plant cane (tebu tanam baru), sedangkan pada ratoon cane (tebu yang telah dipanen 2-3 kali) digunakan herbisida diuron yang dicampur dengan 2,4-D.  Tujuan digunakannya 2,4-D adalah untuk mengendalikan gulma teki-tekian. Dosis Metribuzin yang digunakan adalah 1,2 kg/ha.

Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 – 3 daun dan tanaman tebu sudah berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi keterlambatan aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 – 2 kali. Post emergence diaplikasikan secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.


Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne dan biasanya dilaksanakan pada saat pengemburan tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam. Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa membantu menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan dua kali dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi pertama adalah Terra Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan setelah pemupukan II. Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal 25 cm sedangkan dengan Sub Tiller kedalaman minimal 50 cm. Terra Tyne memiliki angel (mata bajak) sebanyak 5 buah. Biasanya, angel yang digunakan pada ratoon cane lebih tebal karena tanahnya biasanya lebih keras dan angel lebih cepat aus dibanding angel yang digunakan pada plant cane. Terra Tyne sendiri ditarik oleh traktor kecil dengan 80 HP secara overlap. Biasanya terdapat kendala berupa baris tanaman yang rusak dan penumpukan sampah sisa tebangan panen.

Angel
 

Gambar 3. Terra Tyne

Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat kondisi tanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma didominasi oleh gulma merambat, populasi gulma hanya spot–spot, ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan herbisida yang tidak tersedia di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang dilakukan.

Pengaplikasian pupuk dengan bantuan traktor tangan sudah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan penutupan alur sekaligus pembumbunan. Alat yang dipakai adalah fertilizer applicator ditarik dengan traktor tangan 80-90 HP. Pupuk yang diaplikasikan berupa Urea, TSP dan KCl yang telah dicampur pada alat pencampur di pabrik. Pupuk urea yang digunakan sebanyak 3oo kg/ha, TSP200 kg/ha, dan KCl sebanyak 300 kg/ha sehingga totalnya adalah 800 kg/ha. 1 kali aplikasi chissel plow dapat mengangkut 400 kg pupuk, sehingga diperlukan 2 kali aplikasi unruk 1 ha. Pada fertilizer applicator terdapat disk cutter yang berfungsi untuk memotong tanaman yang menghalangi dan menghancurkan sampah-sampah yang tersisa setelah aplikasi terra tyne.

disk cutter
 

Gambar 4. fertilizer applicator

Kalibrasi sangat penting untuk dilakukan sebelum menggunakan suatu alat. Kalibrasi dilakukan jika alat sudah lama tidak digunakan, orang yang menggukanan berbeda dari sebelumnya dan alat tersebut masih baru. Kondisi lahan yang berbeda pun memerlukan kalibrasi ulang sebelum alat tersebut digunakan. Begitu pula halnya dengan Boom Sprayer, sebelum digunakan deperlukan kalibrasi. Kalibrasi yang digunakan meliputi pancaran yang dikeluarkan tiap nosel, apakah sudah rata atau belum. Jika masih belum rata/sama, maka harus terus dilakukan kalibrasi agar semburannya sama. Baru setelah itu dilakukan pengukuran air yang keluar dari tiap nosel. Iari yang keluar dair tiap nosel dirampung dalam ember dan diukur menggunakan gelas ukur.  Selain itu, kalibrasi kecepatan jalan traktor Boom Sprayer sehingga herbisida yang digunakan tidak kurang dan tidak lebih (efektif dan efisien). Setelah dilakukan kalibrasi, maka dapat ditemtukan dosis dan waktu yang derlukan untuk aplikasi pada suatu areal.

Gambar 5. Kalibrasi Boom Sprayer



V. KESIMPULAN



Dari hasil praktikum kunjungan lapang yang telah dilakukan di PT GMP, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.         pada perkebunan tebu PT GMP digunakan metode pengendalian gulma secara terpadu berupa mekanik,kimiawi, dan manual.
2.         Pengendalian gulma secara kimia meliputi pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh).
3.         kalibrasi sangat diperlukan sebelum melakukan aplikasi di lapang agar hasil aplikasi yang ddapatkan maksimal, efektif dan efisien.















DAFTAR PUSTAKA



Humbert RP. 1968. The Growing of Sugar Cane. Amsterdam: Elsevier Publishing Company.

Kuntohartono. 1987. Pergesaran Gulma di Kebun Tebu dan Penanggulangannya. Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula. Pasuruan. 7 hal

Moenandir J. 1990. Fisiologi Herbisida. Rajawali Press. Jakarta.pp.142.

Peng SY. 1984. The Biology and Control of Weeds in Sugarcanes. Elsevier Science Publishing Company Inc. New York. 336 p.

Setyamidjaja D, Azharni H. 1992. Tebu Bercocok Tanam dan Pascapanen. CV. Yasaguna. Jakarta.

Sukman Y. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Tjitrosoedirdjo S, Utomo IH, Wiroatmodjo J(Eds). 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Kerjasama Biotrop Bogor – PT. Gramedia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar