ahlan wa sahlan

Semoga bermanfaat," Sampaikanlah Walau Hanya Satu Ayat"

Selasa, 05 Juni 2012

Laporan Akhir Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah


PERSIAPAN SAMPEL TANAH         
(Laporan Akhir Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah)





Disusun Oleh:
Kelompok 7
Angelinar Siringo-ringo          0914013073
Darso Waluyo                         0914013084
Indra Wahyudi                        0914013113
Rizki Indriyani                        0914013157














PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011

I.                   PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.
Status kesuburan masing-masing sampel tanah sangat penting untuk diketahui. Setidaknya diperlukan data: tekstur, kapasitas menahan air, bahan organic, total nitrogen, dan ph tanah. Oleh karena itu dengan melihat sifat fisik dan kimia akan membantu dalam menjelaskan perbedaan-perbedaan yang diperoleh.
1.2. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari diadakannya percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Agar mahasiswa dapat membedakan tanah yang subur dan tanah yang tidak subur.
2.      Agar mahasiswa mengetahui perbedaan tanah subur dan tanah tidak subur.


II.                TINJAUAN PUSTAKA

Tanah terdiri dari beberapa komponen padatan (bahan mineral dan organik) yang tersebar tidak teratur dan berhubungan serta tersusun dalam suatu pola geometri yang sulit untuk dijelaskan. Warna tanah merupakan sifat morfologi yang bersifat nyata dan mudah di kenali.  Warna tanah dapat di gunakan sebagai petunjuk sifat-sifat tanah seperti kandungan bahan organik, kondisi drainase, aerase serta  menggunakan warna tanah dalam mengklasifikasikan tanah dan mencirikan perbedaan horizon-horizon dalam tanah (Hakim,dkk., 1996)
Tanah dengan drainase yang terhambat biasanya banyak mengandung bahan organik pada lapisan atas (top soil), sehingga berwarna gelap.  Tanah bagian bawah memiliki sedikit bahan organik sehingga berwarna kelabu muda.  Bila drainase agak baik, air dan suhu menguntungkan untuk peristiwa kimia, besi (Fe) dalam tanah teroksidasi sehingga menjadi senyawa yang berwarna merah dan kuning (Foth D, 1998)
Warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam tanah. Di daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+).

Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O23 (hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3 H2O (limonit) yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-kadang kering, maka selain berwarna abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula becak-becak karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut. Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang. (Hardjowigeno, 1992)

Intensitas warna tanah dipengaruhi tiga faktor berikut:
1) Jenis mineral dan jumlahnya,
(2) Kandungan bahan organik tanah, dan
(3) Kadar air tanah dan tingkat hidratasi.
Tanah yang mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna putih pada tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih sampai merah. Hematit dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai merah tua. Makin tinggi kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau. (Wirjodihardjo, 2002)

Warna tanah merupakan:
(1) Sebagai indikator dari bahan induk untuk tanah yang baru berkembang,
(2) Indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan
(3) Indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan.


Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti makin tinggi produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan, coklat-kemerahan, coklat, dan hitam.
Kondisi ini merupakan integrasi dari pengaruh:
(1) Kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah maka tanah tersebut akan berwarna makin gelap,
(2) Intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada horison eluviasi, dan
(3) Kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang. (Hanafiah, 2005)













III.             METODE KERJA

3.1  Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum persiapan sampel tanah ini adalah sebagai berikut:
1.      Cangkul
2.      Meteran / penggaris           
3.      Timbangan
4.      Polibag
5.      Label
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum sampel tanah ini adalah sebagai berikut:
  1. Tanah subur
  2. Tanah tidak subur
  3. Bensin 100 ml/kg                              
  4.  Kompos ½ matang 20 gr                  
  5. NPK

Tanah diambil pada lapisan olah (0-20 cm), tanah lalu dibersihkan dari sisa tanaman , batu, dan kerikil.
 
3.2  Prosedur  Kerja



 











 











IV.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. HasilPengamatan
Dari percobaan yang telah dilakukan didapat data pengamatan sebagai berikut:
Kelompok
Jenis tanah
Perlakuan
Warna Tanah
1
Tidak subur
Control
Merah kecokelatan
2
Tidak subur
Ditambah pupuk NPK
Merah kekuningan
3
Tidak subur
Ditambah bensin 100 ml/kg
Kecokelatan
4
Tidak subur
Ditambah kompos
Hitam kecokelatan
5
Subur
Control
Merah kekuningan
6
Subur
Ditambah pupuk NPK
Hitam kecokelatan
7
Subur
Ditambah bensin 100 ml/kg
Hitam kecokelatan
8
Subur
Ditambah kompos
Hitam kecokelatan

3.2. Pembahasan
Pada  praktikum pengambilan sampel tanah ini, setiap kelompok mendapatkan jenis tanah dan perlakuan yang berbeda- beda. Sampel tanah yang digunakan dalam praktikum ini adalah dari jenis tanah subur dan tanah tidak subur. Dengan aplikasi perlakuan yaitu tanpa perlakuan (control), NPK, kompos dan bensin. Untuk dosis NPK yang diberikan yaitu dengan perbandingan N=1.3 gr, P= 1,25 gr, dan K=0,9 gr. Sedangkan untuk bensin tiap kg tanah diberi sebanyak 100ml, dan untuk pemberian kompos sebanyak 20 gr.

Pengambilan sampel tanah ini diambil pada lapisan tanah 0-20 cm, karena pada lapisan tersebut masih terdapat bahan organic yang digunakan organisme tanah sebagai makanannya. Dengan indicator banyaknya organisme dalam tanah ditandakan bahwa tanah tersebut masih subur.
Pada hasil pengamatan kelompok 1, tanah tidak subur dengan tanpa perlakuan warna tanah merah kecokelatan.dapat disimpulkan berdasarkan warna tanahnya, tanah miskin unsure hara.
Pada hasil pengamatan kelompok 2, tanah tidak subur dengan perlakuan NPK, warna tanah merah kekuningan. Sebelum pengaplikasian dengan NPK warna tanah kemerahan, setelah dicampur NPK warna berubah menjadi merah kekuningan.
Pada hasil pengamatan kelompok 3, tanah tidak subur dengan perlakuan bensin, warna tanah merah kecokelatan. Bau tanah menjadi pekat, dan sudah pasti tidak ada organisme yang hidup didalamnya, karena tanah sudah tercemar bahan kimia.
Pada hasil pengamatan kelompok 4, tanah tidak subur dengan perlakuan kompos, warna tanah hitam kecokelatan. Ternyata masih ditemukan cacing tanah walaupun sampel tanah yang digunakan adalah tanah tidak subur.
Pada hasil pengamatan kelompok 5, tanah subur dengan tanpa perlakuan, warna tanah merah kekuningan. Dilihat dari jenis tanahnya, seharusnya warna tanah adalah gelap, karena semakin subur tanah maka warnanya akan semakin gelap, akan tetapi hasil pengamatan kelompok 5 berbeda dengan literatur yang ada. Kemungkinan perbedaan tersebut terjadi karena kesalahan praktikan dalam menentukan tempat pengambilan sampel tanah. Praktikan menganggap bahwa tempat tersebut adalah tanah subur.
Pada hasil pengamatan kelompok 6, tanah subur dengan perlakuan NPK, warna tanah hitam kecokelatan. Sebelum pengaplikasian, warna tanah kecokelatan. Setelah penambahan NPK menjadi hitam kecokelatan.
Pada hasil pengamatan kelompok 7, tanah subur dengan perlakuan bensin, warna tanah hitam kecokelatan. Bau tanah menjadi pekat, dan sudah pasti tidak ada organisme yang hidup didalamnya, karena tanah sudah tercemar bahan kimia.
Pada hasil pengamatan kelompok 8, tanah subur dengan perlakuan kompos, warna tanah cokelat. Kompos adalah pupuk hijau yang terbuat dari daun-daunan, sehingga sampel tanah yang dicampur dengan kompos akan lebih subur dan banyak organisme yang hidup didalamnya.warna tanahnya pun semakin gelap.
Perbedaan warna tanah tersebut menandakan jenis tanah berpengaruh, karena semakin gelap warna tanah maka semakin subur tanah tersebut. Karena kandungan bahan organic yang terdapat didalamnya masih banyak, dan organisme yang hidup didalamnya juga masih banyak.
Tetapi pada tanah tercemar, warna tanah tidak menjadi indikator kesuburan suatu tanah, karena memang warna tanahnya kebanyakan adalah hitam kecokelatan, akan tetapi tanah tersebut telah  teracuni sehingga tidak ada organism tanah yang dapat hidup didalamnya.
Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam tanah. Di daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+). Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3 H2O (limonit) yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-kadang kering, maka selain berwarna abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula bercak-bercak karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut. Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang.



V.                KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap.
2.      Semakin banyak mikroorganisme yang terdapat didalam tanah maka tanah semakin subur.









DAFTAR PUSTAKA

Hakim, dkk/ 1996. Biologi Tanah dalam Praktek. IPB, Bogor. Hanafiah, K. A. dkk. 2005. Biologi Tanah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hardjowigeno. 1992.Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
      EigleWood. New Jersey.
Foth, D. 1998.Fisiologi Fermentasi. IPB, Bogor.
Hanifah. 2005.Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek : Teknik Dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.












LAMPIRAN












 

 

PENDUGAAN POPULASI CACING TANAH DAN MESOFAUNA TANAH
(Laporan Akhir Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah)






Disusun Oleh:
Kelompok 7
Angelinar Siringo-ringo          0914013073
Darso Waluyo                         0914013084
Indra Wahyudi                        0914013113
Rizki Indriyani                        0914013157













PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011

I.                   PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di dalam tanah terdapat berbagai jenisbiota tanah, antara lain mikroba (bakteri,fungi, aktinomisetes, mikroflora, danprotozoa) serta fauna tanah. Masing-ma-sing biota tanah mempunyai fungsi yangkhusus. Dalam kaitannya dengan tanaman,mikroba sangat berperan dalam membantupertumbuhan tanaman melalui penyediaanhara (mikroba penambat N, pelarut P),membantu penyerapan hara (cendawanmikoriza arbuskula), memacu pertumbuhantanaman (penghasil hormon), dan pengen-dali hama-penyakit (penghasil antibiotic.Pada beberapa dekade yang lalu fauna tanah selalu diabaikan, tetapi pada belakangan ini fauna tanah banyak mendapat perhatian para peneliti.
Hal itu disebabkan fauna tanah ternyata sangat banyak kontribusinya terhadap struktur tanah dan pembentukan humus tanah. Beberapa grup fauna banyak menghuni tanah seperti cacing tanah, nematode, meso fauna, dan mikro fauna tanah. Beberapa meso fauna yang penting bagi tanah adalah dari kelompok Collembola dan Akarina, selain tentu saja cacing tanah. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) sering disebut “perut bumi” karena semua mikroorganisme menguntungkan ada di perut cacing tanah. Karenanya, cacing tanah berperan penting dalam mempercepat proses pelapukan bahan organik sisa. Dengan kemampuannya memakan bahan organik seberatbadannya sendiri setiap 24 jam, cacing tanah mampu mengubah semua bentuk bahan organik menjadi tanah subur. Kemampuan inilah yang dimanfaatkan petani untuk memperbaiki kesuburan lahan pertaniannya. Cacing tanah sangat sensitif terhadap bahan kimia. Sehingga cacing tanahlah yang paling awal lenyap dari dalam tanah dan selanjutnya diikuti oleh hilangnya kehidupan lain di dalam tanah. Keberadaan mesofauna tanah.



Mereka sejak fase awal evolusi, oleh sebab itu mereka selalu dapat menghadapi invasi mikroorganismepatogen di lingkungan mereka. Penelitian yang telah berlangsung selama sekitar 50 tahun menunjukkan bahwa cacing tanah memiliki kekebalan humoral dan selular mekanisme. Selain itu telah ditemukan bahwa cairan selom cacing tanah mengandung lebih dari 40 protein dan pameran beberapa aktivitas biologis sebagai berikut: cytolytic, proteolitik, antimikroba, hemolitik, hemagglutinating, tumorolytic, dan kegiatan mitogenic.sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah, sehingga perlu diketahui seberapa besar faktor lingkungan mempengaruhi keberadaan mesofauna tanah.
1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
  1. Menduga populasi cacing tanah dan mesofauna tanah
  2. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis fauna tanah yang tertangkap

II  TINJAUAN PUSTAKA


Cacing tanah (Lumbricus rubellus) sering disebut “perut bumi” karena semua mikroorganisme menguntungkan ada di perut cacing tanah. Karenanya, cacing tanah berperan penting dalam mempercepat proses pelapukan bahan organik sisa. Dengan kemampuannya memakan bahan organik seberat badannya sendiri setiap 24 jam, cacing tanah mampu mengubah semua bentuk bahan organik menjadi tanah subur. Kemampuan inilah yang dimanfaatkan petani untuk memperbaiki kesuburan lahan pertaniannya.Kisah Kecil Mengenal Cacing TanahSejak kecil (tahun 1969-an) penulis sudah tertarik memperhatikan kehidupan cacing tanah sembari melakukan aktivitas harian seperti membuang sampah dan menggembala bebek. Cacing tanah hidup di sawah, tegalan, pinggiran sungai, timbunan sampah, atau di tempat pembuangan sisa-sisa makanan dari dapur. Pendeknya, di tempat yang bahan organiknya tinggi. Saat itu penulis sangat terkesan melihat bahwa di mana ada cacing tanah, di sana tanahnya subur (gembur dan berwarna gelap), tanaman tumbuh sehat, hewan pemakan cacing tanah yang hidup di sekitarnya seperti bebek, tikus, kodok, burung, dan ayam juga terlihat sehat. Bahkan persentase bertelurnya bebek waktu itu sangat tinggi.Kondisi ini mengalami perubahan semenjak peralihan sistem pertanian dari tradisional ke konvensional. Penggunaan bahan kimia sintetis dalam pertanian sejak tahun ‘70-an memulai masa “pembantaian” cacing tanah. Penulis menyaksikan ketika pupuk urea ditebar, cacing tanah menggelepar-gelepar ke pinggir untuk menyelamatkan diri tetapi tidak sampai di pinggir sudah mati. Cacing tanah sangat sensitif terhadap bahan kimia. Sehingga cacing tanahlah yang paling awal lenyap dari dalam tanah dan selanjutnya diikuti oleh hilangnya kehidupan lain di dalam tanah. Dampak buruk pun perlahan-lahan mulai penulis alami.



Yang paling terasa kala itu adalah daya bertelur bebek menurun, terputusnya beberapa rantai makanan, rusaknya kesuburan tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, perubahan ekosistem, dan terakhir—yang masih terasa hingga kini—adalah menurunnya kesehatan tanaman, hewan, dan manusia.(Rao, 1994).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur.(Suin, 1997)

Ada beberapa cara untuk memperkirakan populasi cacing tanah, cara-cara tersebut di antaranya adalah :
1.      Metode pemilihan dengan tangan ( hand sorting )
2.      Pencucian tanah ( soil washing )
3.      Metode aliran listrik ( electrical methods )
4.      Metode kimia ( chemical method )
5.      Ekstraksi dengan panas ( heat extraction )
6.      Metode getaran ( vibration methods )
Metode-metode di atas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Beberapa peneliti telah membandingkan efisiensi relative dari pengekstrakan cacing tanah dari dua atau lebih metode tersebut di atas. Metode pemilihan dengan tangan dan pencucian memberikan hasil terbaik untuk kebanyakan spesies cacing tanah, tetapi metode ini sangat memakan waktu. Untuk spesies cacing tanah yang sifatnya membuat lubang, metode kimia kadang-kadang lebih baik.( Edward dan Lofty, 1977 )


Hewan tanah dapat pula di kelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya,kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, dan kegiatan makannya.Berdasarkan ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut dikelompokkan atasmikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20mikron sampai dengan 200 mikron, mesofauna antara 200 mikron sampai dengan1 cm, dan makrofauna > 1 cm ukurannya. Berdasarkan kehadirannya, hewantanah dibagi atas kelompok transien, temporer, penodik, dan permanen.Berdasarkan habitatnya hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigon,hemiedafon, dan eudafon. Hewan epigon hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan dipermukaan tanah, hemiedafon hidup pada lapisan organik tanah, dan eudafonhidup pada tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan makannya hewan tanahitu ada yang bersifat herbivora, dapravora, fungivora dan predator Penelitian mengenai hewan tanah di Indonesia masih sedikit sekali. Penelitiantentang hewan tanah yang pertama-tama di Indonesia dilakukan pada tahun 1925oleh Damenerman. Dari hasil penelitian itu ternyata hewan permukaan tanah yangpaling tinggi kepadatan populasinya adalah Hymenopetra yaitu famili Formiadae,dan diikuti oleh Coleaptura, Oniscoidea, Myriapoda, dan Arachnida. Dari hasilpenelitian Adianto di Jawa Barat dan Suharjono di Kalimantan, ternyata hewanyang tertinggi kepadatan populasinya di lantai hutan adalah Collembata,kemudian diikuti oleh Arachnida, Coleoptera, Hymenoptera, dan kelompoklainnya. Hewan dalam tanah yang tertinggi kepadatan populasinya dari penelitianAdianto adalah Acarina, Collembata, Hymenoptera, Symphyia, Diplura, danPsocoptera.(Sutedjo dkk., 1996)

III.  METODOLOGI KERJA


A.                Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1)      Alat kotak ( kayu atau logam )
2)      Cangkul
3)      Alat inkubasi
4)      Alat Berlese / Tullgren
5)      Gelas beaker
6)      Mikroskop binokuler
7)      Cawan petri
8)      Pinset
9)      Bola lampu 25 watt
10)  Ayakan berlubang 2 mm

Bahan-bahan yang dipakai dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1)      Alkohol
2)      Sampel tanah
3)      Etanol 60%

B.                 Cara Kerja
·                     Prosedur pendugaan cacing tanah


 









 














·                           Prosedur pendugaan mesofauna tanah


 









Dicatat jumlah jenis dan jumlah total dengan mikroskop perbesaran 40-400 x
 
Dicatat jumlah dan digambarkan setiap jenis mesofauna
 
Dipindahkan larutan ke cawan petri
 




IV.  HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil Pengamatan

Kelompok
Jenis Tanah
Kedalaman
Cacing Tanah
Berat Cacing Tanah
Mesofauna
1
Tanah Hutan
0-10 cm
3
-
-
2
Tanah Alang-alang
0-10 cm
10-20 cm
1
Tidak ada
0,009 gr
1
-
3
Tanah kebun semusim
0-10 cm
10-20 cm
1
3
0,012 gr
0,20 gr
-
4
Tanah tercemar
0-10 cm
-
-
-
5
Tanah Urugan
0-20 cm
1
0,25 gr
-
6
Tanah Perkebunan
0-10 cm
1
0,78 gr
-
7
Tanah Tumpukan sampah
0-10 cm
10-20 cm
5
2
0,409 gr
0,283 gr
-
8
Tanah Hutan
0-10 cm
10-20 cm
20
4
5,833 gr
0,314 gr
-




Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup dipermukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalahsuatatu bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakanhasil proses pelapukan batu-batuan dan bahan organic yang terdiri dari organismetanah dan hasil pelapukan sisa tumbuhan dan hewan lainnya. Jelaslah bahwahewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah. Dengan denikian,kehidupan hewan tanah sangatdi tentukan oleh faktor fisika-kimia tanah, karenaitu dalam mempelajari ekologi hewan tanah faktor fisika-kimia tanah selaludiukur.Pada umumnya lahan kering masamdidominasi oleh tanah Ultisol, yang diciri-kan oleh kapasitas tukar kation (KTK) dankemampuan memegang/menyimpan airyang rendah, tetapi kadar Al dan Mn tinggi.Oleh karena itu, kesuburan tanah Ultisolsering kali hanya ditentukan oleh kadarbahan organik pada lapisan atas, dan bilalapisan ini tererosi maka tanah menjadimiskin hara dan bahan organik. Di sam-ping itu,kekahatan fosfor merupakan sa-lah satu kendala terpenting bagi usaha ta-ni di lahan masam. Hal ini karena sebagi-an besar koloid dan mineral tanah yangterkandung dalam tanah Ultisol mempu-nyai kemampuan menyemat fosfat cukuptinggi, sehingga sebagian besar fosfat da-lam keadaan tersemat oleh Al dan Fe, tidaktersedia bagi tanaman maupun biota tanah.Praktikum kali ini memakai 7 jenis tanah untuk menduga adanya populasi cacing tanah dan mesofauna tanah. Tanah-tanah yang dipakai adalah tanah hutan, tanah alang-alang, tanah kebun semusim, tanah tercemar, tanah urugan, tanah perkebunan, dan tanah tumpukan sampah. Kedalaman yang dipilih untuk mencari cacing tanah dan mesofauna tanah adalah kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm. Digunakan kedalam 0-10 cm karena masih dalam lapisan topsoil yang kaya akan unsur hara dan masih terdapatnya organisme tanah, sedangkan kedalaman 10-20 cm adalah lapisan subsoil. Setiap jenis tanah memiliki perbedaan kandungan unsur hara dan kehidupan organisme tanahnya, maka ada beberapa jenis tanah yang tidak ditemukan adanya organisme tanah di dalamnya.
Pada kelompok 1 menggunakan jenis tanah hutan untuk melihat keberadaan organisme tanahnya seperti cacing tanah dan mesofauna tanah. Kedalaman yang dipilih adalah 0-10 cm dengan mendapat 3 cacing tanah tetapi dengan berat yang tidak diketahui oleh kelompok 1.

Didapatkannya cacing tanah tersebut dikarenakan jenis tanah hutan adalah tanah yang kaya akan unsur hara dan organisme tanahnya karena pada tanah hutan ditumbuhi banyak tanaman-tanaman sehingga pastinya ada organisme yang akan memanfaatkan tanaman-tanaman tersebut untuk hidup dan organisme ini yang akan membantu pertumbuhan tanaman. Organisme tanah yang menguntungkan dapat berupa spesies makroskopik seperti cacing tanah, dan juga mikroorganisme. , karena pada kedalaman ini kadar bahan organik sudah berkurang atau kurang ada. Bahan organik banyak terkumpul dilapisan top soil, dan bahan organik Keuntungan yang diberikan oleh cacing tanah terhadap tanah diantaranya memberikan aerasi tanah dan menyediakan nutrisi makro bagi tanah. Setelah itu, dilihat di mikroskop ternyata tidak ditemukan mesofauna tanah pada tanah hutan, hal itu mungkin dikarenakan adanya kesalahan atau ketidakpahaman praktikan terhadap jenis-jenis mesofauna tanah atau juga dikarenakan adanya pengaruh dari faktor lingkungan.
Kelompok 2 menggunakan tanah alang-alang untuk mengetahui adanya cacing tanah dan mesofauna tanah. Pada kedalaman 0-10 cm didapatkan 1 cacing tanah dengan berat keseluruhan 0,009 gram dan ada 1 mesofauna tanahnya. . Dengan melakukan dekomposisi, cacing tanah tersebut memanfaatkan alanag-alang tersebut, kemudian alang-alang perlahan-lahan membusuk dan menjadi bahan organik yang menjadi makanan dari cacing tanah tersebut. Kedalaman 10-20 cm tidak ditemukan cacing tanah dan mesofauna tanah,. karena tanah ini termasuk ke lapisan tanah subsoil yang kadar unsur hara dan bahan organiknya kurang terpenuhi dan sering sekali tidak terdapat, sehingga cacing tanah pun lebih hidup ditanah top soil yang lebih banyak unsur haranya. Setelah  itu tanah dilakukan pengamatan mesofauna tanah. Hasilnya didapatkan 1 mesofauna tanah pada tanah tersebut. Ini menyatakan bahwa tanah tersebut memilki bahan organik yang berguna untuk pertumbuhan dari spesies mesofauna tersebut.
Pada kelompok 3 tanah yang dipakai adalah tanah kebun semusim dengan kedalaman 0-10 cm didapatkan 1 cacing tanah dengan berat 0,012 gram dan kedalaman 10-20 cm didapatkan 3 cacing tanah dengan berat 0,20 cm tetapi tidak terdapat mesofauna tanah.

Pada kebun tanaman semusim ini, banyak input yang yang diberikan ke dalam tanah tersebut untuk meningkatkan kesuburan dan unsurhara tanah dan juga untuk meningkatkan produksi tanaman tersebut, faktor inilah yang mendukung keberadaan cacing tanah. Dengan memberikan unsurhara tanah dan bahan organik tanah kedalam tanah keberadaan cacing tanah pun semakin banyak.
Kelompok 4 menggunakan jenis tanah tercemar , ternnyata pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm tidak didaptkan organisme tanah apapun juga. Tanah tercemar adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. . Pencemaran yang terjadi membuat setiap mikroorganisme  tersebut sebagian besar teracuni oleh limbah-limbah kimia tersebut.Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping)..      
Kelompok 5 memakai tanah urugan, kedalaman tanah 0-20 cm didapatkan 1 cacing tanah dengan berat 0,25 gram tetapi tidak terdapat mesofauna tanahnya. Pada tanah urugan adalah tanah yang pada dasarnya dikondisikan untuk pembuatan bangunan tertentu seperti rumah, ruko, atau gudang, dan lain-lain. Sehingga pada tanah ini jarang ada tumbuhan yang hidup di tanah urugan ini, maka dari itu tidak ditemukannya organisme tanah yang terlalu banyak.
Tanah perkebunan yang digunakan kelompok 6 pada kedalaman 0-10 cm didapatkan 1 cacing tanah dengan bobotnya 0,78 gram. Terjadi kesalahan dalam pengambilan kedalaman tanah 0-10 dan 10-20. dan banyak faktor yang mebuat cacing tanah kurang ada ditanah tersebut, kemungkinan faktor dari pH tanah dan sifat tanah Hal itu dikarenakan kemungkinan pada tanah perkebunan menggunakan olah tanah konvensional, sehingga cacing tanah akan mati jika terus menurus dilakukan pengolahan tanah karena dengan adanya olah tanah maka unsur hara yang berada di dalam tanah akan terangkat naik ke permukaan sehingga akan hilang jika terkena sinar matahari, maka cacing tanah tidak bisa memanfaatkan unsur hara tersebut.
Pada tanah tumpukan sampah yang dipakai kelompok 7 dengan kedalaman 0-10 cm didapatkan 5 cacing tanah dengan berat 0,409 gr dan 10-20 cm didapatkan 2 cacing tanah dengan berat 0,283 gram. Pada tanah tumpukan sampah telah terjadi proses pengomposan, dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Sehingga pada tanah tumpukan sampah banyak ditemukan cacing tanah untuk membantu proses penguraian yang terjadi pada sampah. Mesofauna tidak ditemukan pada tanah tumpukan sampah karena mungkin dikarenakan faktor lingkungan juga dan kesalahan dalam melihat di mikroskop.
Kelompok 8 menggunakan tanah hutan, pada kedalaman 0-10 cm didapatkan 20 cacing tanah dengan berat 5,833 gram dan kedalaman 10-20 cm didapatkan 4 cacing tanah dengan berat 0,314 gram. Telah terjadi perbedaan pendapatan cacing tanah dengan tanah hutan pada kelompok 1. Hal ini dimungkinkan karena seharusnya pada tanah hutan didapatkan banyak cacing tanah karena banyak ditumbuhi tanaman yang membantu cacing tanah mendapatkan makanan. Perbedaan ini disebabkan mungkin karena kesalahan dalam pengambilan tanah pada setiap kedalaman.

V.    KESIMPULAN


Didapatkan kesimpulan dari pembahasan dan praktikum pendugaan populasi cacing tanah dan mesofauna tanah adalah sebagai berikut :.
1)      Banyak terjadi kesalahan dalam pengamatan mesofauna dengan mikroskop sehingga hasil yang didapatkan tidak sesuai yang diharapkan.
2)      Setiap jenis tanah didapatkan berbeda-beda jumlah cacing tanah dan mesofauna tanahnya.
3)      Tidak adanya cacing tanah dan mesofauna tanah pada jenis tanah tertentu dikarenakan sifat jenis tanahnya seperti tanah tercemar yang tidak adanya unsur hara akibat penggunaan bahan-bahan kimia.
4)      Keberadaan mesofauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah, sehingga perlu diketahui seberapa besar faktor lingkungan mempengaruhi keberadaan mesofauna tanah.
5)      Hewan tanah dapat pula di kelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya,kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, dan kegiatan makannya.
6)      Cacing tanah dan mesofauna tanah akan membantu proses pertumbuhan tanamanSetiap kondisi tanah memilki karakteristik yang berbeda sehingga kadar bahan organiknya pun berbeda,ini mempengaruhi jumlah cacing dan mesofauna yang berbeda-beda pula.







DAFTAR PUSTAKA


Lofty, Edward. 2001. The Microbial World. Prenticel Hall. Inc.
Rao, Subba. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press, Jakarta.
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal.
Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan RD. S. Sastroatmodjo. 1996. Mikrobiologi Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 447 hal.













LAMPIRAN










 























 


 RESPIRASI TANAH         
(Laporan Akhir Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah)




Disusun Oleh:
Kelompok 7
Angelinar Siringo-ringo          0914013073
Darso Waluyo                         0914013084
Indra Wahyudi                        0914013113
Rizki Indriyani                        0914013157












PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011

I.                   PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang
Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk melihat tingkat aktivitas tanah. Sampai sekarang, metode ini masih merupakan yang paling sering digunakan karena hassil yang diperoleh cukup peka, konsisten, penetapan sederhana, dan tidak memerlukan alat-alat yang mahal dan canggih.
Penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan:
1.      Penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
2.      Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme.
Metode pengukuran CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dapat dilakukan untuk sampel tanah tidak terganggu (undisturbed soil sample) maupun untuk sampel tanah terganggu. Pengukuran respirasi ini mempunyai korelasi yang baik dengan variabel aktivitas mikroorganisme seperti : kandungan bahan organik, transformasi nitrogen atau fosfor, Ph, dan rata-rata jumlah mikroorganisme.

B.  Tujuan
Adapuntujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui proses respirasi tanah.
2.      Mengetahui penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah.
3.      Mengetahui jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah.



II.                TINJAUAN PUSTAKA


Respirasi tanah dilakukan oleh mikroorganisme tanah baik berupa bakteri maupun cendawan. Interaksi antara mikroba dengan lingkungan fisik di sekitarnya mempengaruhi kemampuannya dalam respirasi, tumbuh, dan membelah. Salah satu faktor lingkungan fisik tersebut adalah kelembapan tanah yang berkaitan erat dengan respirasi tanah (Cook & Orchard 2008).
Respirasi tanah merupakan salah satu hal yang penting yang berkaitan dengan perubahan iklim dan pemanasan global di masa depan. Respirasi tanah yang berkaitan dengan suhu tanah digunakan sebagai salah satu kunci karakteristik tanah atau bahan organik dan bertanggung jawab dalam pemanasan global (Subke & Bahn 2010)
Dari sisi pertanian, pengetahuan mengenai respirasi tanah dapat digunakan sebagai dasar untuk menduga hasil pertanian tahunan (Jia & Zhou 2009). Keberadaan mikoriza sebagai organisme penyubur tanah alami pada lahan pertanian salah satunya dipengaruhi dari respirasi tanah dan suhu tanah (Moyano et al. 2007). Selain itu, menurut Tingey et al. (2006) respirasi tanah menunjukkan respon akar tanaman dan organisme tanah pada kondisi lingkungan dan ketersediaan C dalam tanah.
Pengamatan mengenai respirasi tanah dapat dilakukan dengan menggunakan empat macam cara yaitu metode open-flow infrared gas analyzer, metode ruang tertutup, metode ruang tertutup dinamis, dan metode penyerapan basa. Setiap metode memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing.



Pengamatan respirasi tanah paling sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan metode ruang tertutup di mana NaOH digunakan sebagai bahan perangkap CO2 yang dihasilkan dari respirasi tanah. Nilai CO2 yang dihasilkan dapat ditentukan dengan menggunakan suatu rumus tertentu(Bekku et al. 1997).

III.             METODOLOGI PERCOBAAN


A.  Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1.      Botol
2.      Gelas Beaker
3.      Lakban
 Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1.      Tanah
2.      KOH
3.      Akuades
4.      HCl
5.      Penolptalein
6.      metil oranye

B.  Cara Kerja
Metode penetapan CO2 tanah yang sederhana di laboratorium
1.      Dimasukkan 100 g tanah lembab ke dalam 1,0 liter botol (toples).
2.      Dimasukkan 5,0 ml 0,2 N KOH dan 10,0 ml akuades masing-masing ke dalam 10 ml gelas beaker.
3.      Dimasukkan kedua beaker yang berisi KOH dan akuades tersebut ke dalam botol yang berisi tanah tadi. Kemudian ditutup botol sampai kedap udara.

4.      Diinkubasi botol-botol tersebut pada temperatur kamar di tempat yang gelap selama1 minggu. Pada akhir masa inkubasi, ditentukan jumlah CO2 yang dihasilkan dengan cara titrasi.
5.      Ke dalam beaker gelas yang berisi KOH, dimasukkan 2 tetes penolptalein dan titrasi hingga warna merah hilang.
6.      Dicatat volume HCl yang digunakan untuk titrasi.
7.      Ditambahkan 2 tetes metil oranye pada larutan diatas dan dititrasi kembali dengan HCl sampai warna kuning berubah menjadi pink.
8.      Perubahan warna tidak terlalu tampak, oleh sebab itu dalam menentukan titik akhir titrasi harus hati-hati. Jumlah HCl yang digunakan pada tahap kedua titrasi ini berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang difiksasi.
9.      Dibuat kontrol atau blanko yaitu botol inkubasi sperti diatas tetapi tanpa sampel tanah.

IV.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN



A.  Hasil pengamatan

1.      Perubahan warna menjadi tidak berwarna/ bening(indikator penolptalein).
K2CO3 + HCl              KCl + KHCO3
ml HCl awal 19,4 ml, ml titrasi I= 25.1 ml jadi 25.1 ml – 19.4 ml= 5,7 ml.
2.      Perubahan warna kuning menjadi pink (indikator metil oranye).
KHCO3 + HCl            KCl + H2O + CO2
ml titari II= 27.7 ml. Jadi 27.7 ml – 25.1 ml= 2.6 ml
Perhitungan jumlah CO2-C yang dihasilkan tiap kilogram tanah.
R=
a = 8.3 ml
b = 6.7 ml
t = 1.2 mg
n = 6 hari.
r = (8.3 – 6.7) x 1.2 x 120/ 6
= 1.6 x 1.2 x 120/ 6
=230.4/6
= 38.4

B.  Pembahasan
Proses respirasi merupakan reaksi reduksi-oksidasi yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, lemak, asam organik bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi.

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi di dalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan proses anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondioksida seperti alkohol, asam asetat dan sedikit energi.
Penetapan respirasi tanah adalah berdasakan:
1.      Penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
2.      Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme.
Metode pengukuran CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dapat dilakukan untuk sampel tanah tidak terganggu (undisturbed soil sample) maupun untuk sampel tanah terganggu. Pengukuran respirasi ini mempunyai korelasi yang baik dengan variabel aktivitas mikroorganisme seperti : kandungan bahan organik, transformasi nitrogen atau fosfor, Ph, dan rata-rata jumlah mikroorganisme.
Pada praktikum kali ini jumlah CO2-C yang dihasilkan tiap kilogram tanah yaitu 38.4


V.                KESIMPULAN



Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik.
2.      Penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan:
·         Penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
·         Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme.
3.      Dari perhitungan yang telah dilakukan jumlah CO2-C yang dihasilkan tiap kilogram tanah yaitu 38.4
4.      Pengukuran respirasi ini mempunyai korelasi yang baik dengan variabel aktivitas mikroorganisme seperti : kandungan bahan organik, transformasi nitrogen atau fosfor, Ph, dan rata-rata jumlah mikroorganisme.












DAFTAR PUSTAKA


Bekku Y, Koizumi H, Oikawa T, Iwaki H. 1997. Examination of four methods for measuring soil respiration. Applied Soil Ecology 5: 247-254.
Cook VJ, Orchard VA. 2008. Relationships between soil respiration and soil moisture. Soil Biology & Biochemistry 40: 1013–1018.
Jia B, Zhou G. 2009. Integrateddiurnal soil respiration model during growing season of a typical temperate steppe: Effects of temperature, soil water content and biomass production. Soil Biology & Biochemistry 41: 681–686.
Moyano FE, Kutsch WL, Schulze ED. 2007. Response of mycorrhizal, rhizosphere and soil basal respiration to temperature and photosynthesis in a barley field. Soil Biology & Biochemistry 39: 843–853.
Subke JA, Bahn M. 2010. On the ‘temperature sensitivity’ of soil respiration: Can we use the immeasurable to predict the unknown?. Soil Biology & Biochemistry 42: 1653-1656.










LAMPIRAN











 


ETODE CAWAN AGAR UNTUK MENGHITUNG MIKROORGANISME TANAH
(Laporan Akhir Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah)




Disusun Oleh:
Kelompok 7
Angelinar Siringo-ringo          0914013073
Darso Waluyo                         0914013084
Indra Wahyudi                        0914013113
Rizki Indriyani                        0914013157















PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011
I.                   PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Metode cawan agar merupakan metode yang paling serring dipakai untuk menghitung jumlah mikroorganisme. Pendugaan mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah yang terbawa erosi, air, air limbah, hasil pertanian, dan makanan juga menggunakan metode ini.
Jumlah total mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah tanpa mempertimbangkan hal-hal lain. Tanah yang subur mengandung banyak mikroorganisme karena populasi yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan dan energy yang cukup, serta kondidi ekologi lain yang mendukung perkembangan mikroorganisme tanah tersebut. Namun demikian, pada dua jenis tanah yang mempunyai jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang sama dan sebanding belum tentu menggambarkan produktivitas tanah yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena pada tanah yang satu, unsure hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman hanya dapat mencukupi keperluan mikroorganisme tanah dan tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara maksimal. Oleh karena itu, jumlah mikroorganisme dalam tanah harus dipertimbangkan sebagai deskripsi dan tidak untuk indeks kesuburan tanah semata.
B.     Tujuan
Tujuan dari praktikukm ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui cara menghitung miroorganisme tanah dengan metode cawan agar
2.      Menghitung jumlah bakteri yang diperoleh dari metode cawan agar
3.      Menghitung kolini fungi tanah


II.                TINJAUAN PUSTAKA

Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisa dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuan analisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif koliform. Bakteri koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode cawan petri (metode perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel) (Penn, 1991).
Fardiaz (1989) menyatakan ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik di dalam suatu suspensi atau bahan, yang dapat dibedakan atas beberapa kelompok yaitu :
A. Perhitungan jumlah sel
1. Hitungan mikroskopik
2. Hitungan cawan
3. MPN (Most Probable Number)
B. Perhitungan massa sel secara langsung
1. Volumetrik
2. Gravimetrik
3. Kekeruhan (turbidimetri)
C. Perhitungan massa sel secara tidak langsung
1. Analisis komponen sel
2. Analisis produk katabolisme
3. Analisis konsumsi nutrient

Dari metode-metode tersebut, metode hitungan cawan paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba karena:
1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
2. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel dengan penampakan pertumbuhan yang spesifik.
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz, 1993).
Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu :
1. Metode tuang (pour plate)
2. Metode permukaan (surface / spread plate)
Pada perhitungan menggunakan metode cawan, diperlukan suatu pengenceran agar jumlah koloni mikrobia yang ada pada cawan dapat dihitung dan sesuai standar, yaitu berjumlah 30 – 300 per cawan. Pengenceran dilakukan secara decimal yntuk memudahkan perhitungan.
Perhitungan metode cawan menggunakan rumus sebagai berikut :
Faktor pengenceran = pengenceran x jumlah yamg ditumbuhkan
Jumlah koloni (SPC) = jumlah koloni x
Koloni adalah kumpulan dari mikrobia yang memilki kesamaan sifat-sifat seperti bentuk, susunan, permukaan, dan sebagainya. Sifat-sifat yang perlu diperhatikan pada koloni yang tumbuh di permukaan medium adalah (Dwidjoseputro, 1978) :


1. Besar kecilnya koloni. Ada koloni yang hanya serupa suatu titik, namun ada pula yang melebar sampai menutup permukaan medium.
2. Bentuk. Ada koloni yang bulat, ada yang memanjang. Ada yang tepinya rata, ada yang tidak rata.
3. Kenaikan permukaan. Ada koloni yang rata saja dengan permukaan medium, ada pula yang timbul yaitu menjulang tebal di atas permukaan medium.
4. Halus kasarnya permukaan. Ada koloni yang permukaannya halus, ada yang permukaannya kasar dan tidak rata.
5. Wajah permukaan. Ada koloni yang permukaannya mengkilat, ada yang permukaannya suram.
6. Warna. Kebanyakan koloni bakteri berwarna keputihan atau kekuningan.
7. Kepekatan. Ada koloni yang lunak seperti lendir, ada yang keras dan kering.
Pada praktikum ini, bakteri yang akan dihitung koloninya adalah Escherichia Coli yang merupakan bakteri gram negative berbentuk batang, bersifat anaerobic fakultatif. Ukurannya berkisar pada 0,6 x 2,0-3,0 µm (Pelczar, 1986).
E. Coli secara normal terdapat didalam usus besar dan termasuk bakteri kolform.
Bakteri koliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri koliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain dengan kata lain merupakan bakteri indikator sebagai tanda bahwa adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan koliform fecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Keuntungan mendeteksi koliform adalah jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain (Hadioetomo, 1993).




III.             METODE KERJA


A.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.      Erlenmeyer
2.      Autoklaf
3.      Tabung reaksi
4.      Timbangan
5.      Kapas
6.      Cawan petri
7.      Pipet tetes
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.      NaCl
2.      Akuades
3.      Pepton
4.      Beef extract
5.      Agar
6.      Glucose
7.      K2HPO4
8.      KNO3
9.      Ekstak tanah
10.  KH2PO4
11.  MgSO4.7H2O
12.  Rose Bengal
13.  Streptomisin



B.     Langkah Kerja
Pembuatan seri pengenceran
1.      Dibuat larutan fisiologis (8,5 g NaCl dalam 1 liter akuades)
2.      Dimasukkan 90 ml larutan fisiologis ke dalam Erlenmeyer 250 ml
3.      Disiapkan tabung reaksi dan dimasukkan sebanyak 9 ml larutan fisiologis sebanyak 7 tabung reaksi
4.      Ditutup Erlenmeyer dan tabung reaksi dengan kapas kemudian di autoklaf selama 20 menit pada suhu 1210C
5.      Didinginkan larutan tersebut sampai suhu 42-250C
6.      Ditimbang 10 g sampel tanah dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan dikocok
7.      Diambil I ml larutan dari erlenmeyer dengan pipet tetes setelah larutan tercampur merata dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis. Lakukan sebanyak 7 kali hingga pengenceran 10-8

Pembuatan medium biakan
a.       Bakteri tanah
Langkah kerjanya adalah sebagai berikut:
1.      Dilarutkan masing-masing bahan dalam Erlenmeyer sesuai dengan komposisi yang diinginkan.
2.      Dimasukkan dalam autoklaf dan dipanaskan dalam temperature 1210C selama 15 menit

b.      Fungi tanah
Langkah kerjanya sebagai berikut:
1.      Dilarutkan masing-masing bahan dalam Erlenmeyer sesuai dengan komposisi yang diinginkan.
2.      Dimasukkan dalam autoklaf dan dipanaskan dalam temperature 1210C selama 15 menit
3.      Didinginkan sampai suhu kira-kira sekitar 50-550C

Isolasi bakteri
1.      Diambil 1 ml larutan dari serial penenceran 10-4 sampai 10-8 untuk menghitung total bakteri.
2.      Dituangkan lebih kurang 12-15 ml medium biakan ke dalam cawan petri yang berisi 1 ml larutan tanah
3.      Diberi label pada masing- masing cawan
4.      Dibalik cawan petri jika sudah melekat untuk mencegah terjadinya uap
5.      Diinkubasi biakan mikroorganisme tersebut pada incubator
6.      Diamati perkembangan mikroorganisme tersebut

IV.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil pengamatan
Jamur pada cawan petri





PDA 10-3                                        PDA 10-4                                    PDA10-5

Bakteri pada cawan petri





PDA 10-5                                        PDA 10-6                                    PDA10-7



Jumlah bakeri NA kelas A
Kelompok
Pengenceran
Jumlah
Kelompok
Pengenceran
Jumlah
1
10-5
219
5
10-5
320
10-6
130
10-6
270
10-7
213
10-7
154
2
10-5
308
6
10-5
210
10-6
215
10-6
310
10-7
107
10-7
303
3
10-5
315
7
10-5
-
10-6
251
10-6
-
10-7
197
10-7
127
4
10-5
212
8
10-5
331
10-6
-
10-6
214
10-7
189
10-7
175

B.     Pembahasan
Metode hitungan cawan dilaksanakan dengan mengencerkan sampel suspensi bakteri Escherichia Coli dan Lactobacillus Acid kedalam larutan garam fisiologi (NaCl) 0,85 %. Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1993).
Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah meikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung (Waluyo, 2004).
Larutan yang digunakan untuk pengenceran harus memilki sifat osmotik yang sama dengan keadaan lingkungan asal mikrobia untuk menghindari rusaknya sel, selain itu juga harus dijaga agar tidak terjadi perbanyakan sel selama pengenceran. Selain menggunakan larutan garam fisiologi (NaCl) 0,85 %, pengenceran juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan fosfat buffer, larutan Ringer, atau akuades.
Namun penggunaan akuades sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan rusaknya sel akibat perbedaan tekanan osmotik, karenanya pelaksanaan pengencerannya harus cepat. Kedalam larutan pengencer juga dapat ditambahkan butir-butir gelas (glass beads) atau pasir putih yang disterilisasi bersama dengan larutan tersebut untuk melarutkan bahan yang sukar larut.
Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini adalah pengenceran desimal yaitu 10-1, 10-2, sampai 10-7. Dan yang diplating dan diamati adalah pengenceran 10-5, 10-6,10-7. Hal ini karena diperkirakan koloni yang terbentuk oleh bakteri berada pada jumlah yang dapat dihitung pada pengenceran tersebut. Selain itu, perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara desimal.
Selanjutnya dari masing-masing tabung pengenceran diambil 1 ml untuk dilakukan penanaman atau plating pada media NA secara aseptik. Plating atau penanaman bakteri adalah proses pemindahan bakteri dari medium lama ke medium baru (Dwidjoseputro, 1978).
Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikrobia yang tidak diinginkan. (Fardiaz, 1993).
Media NA digunakan karena merupakan media yang paling cocok untuk kultur bakteri. Selanjutnya cawan petri diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37 ºC dalam keadaan terbalik. Cawan petri diinkubasi dalam keadaan terbalik untuk menghindari kontaminasi dari air yang mengembun diatas cawan petri yang mungkin menetes jika cawan petri diletakan pada posisi normal. Inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata.
Prinsip perhitungan koloni bakteri adalah semakin tinggi tingkat pengenceran semakin rendah jumlah koloni bakteri. Dengan kata lain tingkat pengenceran berbanding terbalik dengan jumlah koloni bakteri. Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan, yaitu (Fardiaz, 1993) :
1. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni.
2. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda
3. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar
4. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.

V.                KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Pengenceran merupakan salah satu faktor yang penting dalam penghitungan koloni.
2.      Semakin tinggi tingkat pengenceran semakin rendah jumlah koloni bakteri
3.      Seri pengenceran 10-3, 10-4, dan10-5 digunakan untuk biakan jamur
4.      Seri pengenceran 10-5, 10-6, dan10-7 digunakan untuk biakan bakteri


8.       

DAFTAR PUSTAKA


Dwidjoseputro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan; Jakarta.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta.1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB; Bogor.
Hadioetomo. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa; Bandung.
Pelczar et al,1986. Dasar – dasar Mikrobiologi . Jakarta : UI Press.
Penn, C. 1991.Handling Laboratory Microorganism. Open University. Milton
Schlegel, H., G. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.
Suriawiria, Unus. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa; Bandung.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press; Malang.












LAMPIRAN








 


METODE MOSTPROBABLENUMBER (MPN) UNTUK MENGHITUNG NITROSOMONAS
 (Laporan Akhir Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah)




Disusun Oleh:
Kelompok 7
Angelinar Siringo-ringo          0914013073
Darso Waluyo                         0914013084
Indra Wahyudi                        0914013113
Rizki Indriyani                        0914013157











PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011


I.                   PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Metode Most Probable Number (MPN) memungkinkan kita untuk menduga populasi mikroorganisme tanpa menghitung jumlah sel atau koloni. Jumlah populasi diduga berdasarkan pengenceran tertinggi di mana pertumbuhan diamati pada pengenceran 10-4 dan tidak pada pengenceran 10-5 ,maka jumlah sel yang hidup antara 104 dan 105.
Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisadengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuananalisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif koliform.

B. Tujuan
Adapun tujuan dalam pratikum ini adalah
1.         untuk menghitung jumlah sel dan koloni
2.         Untuk mengetahui ada tidaknya mikroorganisme


II.                TINJAUAN PUSTAKA


Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisa dengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuan analisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif koliform. Bakteri koliform dapat dihitung dengan menggunakan metode cawan petri (metode perhitungan secara tidak langsung yang didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni yang merupakan suatu indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terdapat pada sampel) seperti yang dilakukan pada percobaan ini (Penn, 1991).
Beratus-ratus spesies dapat menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran pencernaan, dan kulit (Pelczar & Chan, 1986). Koliform merupakan kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan dan produk-produk susu. Bakteri koliform dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu koliform fekal (Escherchia coli) dan koliform non fekal (Enterobacter aerogenes) (Fardiaz, 1996).
E. coli adalah bakteri koliform yang ada pada kotoran manusia, maka E. coli sering disebut sebagai koliform fekal. Pengukuran kuantitatif populasi mikroorganisme sangat diperlukan untuk berbagai macam penelaahan mikrobiologis. Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk menghitung jumlah mikroorganisme, akan tetapi secara mendasar, ada dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.



Ada beberapa cara perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan membuat preparat dari austu bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan ruang hitung (countingchamber). Sedangkan perhitungan cara tidak langsung hanya untuk mengetahui jumlah mikroorganisme pada suatu bahan yang masih hidup saja (viabelcount). Dalam pelaksanaannya, ada beberapa cara yaitu : perhitungan pada cawan petri (total plate count / TPC), perhitungan melalui pengenceran, perhitungan jumlah terkecil atau terdekat (MPN methode), dan kalorimeter (cara kekeruhan atau turbidimetri) (Sutedjo, 1991).
Jumlah masing-masing cawan diamati setelah inkubasi, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni, karena jumlah mikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang memenuhi syarat tersebut maka harus dilakukan sederetan pengenceran dan pencawanan. Jumlah organisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan (Penn, 1991). Metode perhitungan MPN sering digunakan dalam pengamatan untuk menghitung jumlah bakteri yang terdapat di dalam tanah seperti Nitrosomonas dan Nitrobacter. Kedua jenis bakteri ini memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman, sehubungan dengan kemampuannya dalam mengikat N2 dari udara dan mengubah amonium menjadi nitrat (Sutedjo, 1991).

III.             METODE PERCOBAAN


A. Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam pratikum  adalah:
1.      Tabung reaksi
2.      Kapas
3.      Autoklaf
4.      Cawan petri
Bahan yang digunakan adalah:
1.       20g sampel tanah
2.      (NH4)2SO4
3.      KH2PO4
4.      CaCL2.2H2O
5.       MgSO4
6.      Fe-sitrat
7.      Phenol red
8.      Akuades

B. Prosedur percobaan
  1. Diambil 20g sampel tanah dan siapkan seri pengenceran seperti pada metode cawan agar (10-1-10-8).
  2. Disiapkan medium untuk penetapan nitrosomonas .
  3. Setelah medium dingin , dimasukkan 1 ml larutan tanah dari seri pengenceran 10-8-10-4 , masing-masing 1 ml sebanyak 5 tabung reaksi dan 5 ulangan.
  4. Pada saat pengamatan , pada tabung berisi medium yang berubah warna menjadi kuning menandakan bahwa reaksi positif.
IV.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil Pengamatan
Seri pengenceran
Jumlah tabung positif
Faktor pengenceran
Nilai Tabel MPN
10-8
3
-
0,26 X 10-5
10-7
2
P3
10-6
1
P2
10-5
4
P1
10-4
2
-


B.     Pembahasan
Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap nilai MPN,terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi (Krisna, 2005).MetodeMPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan (presumtive test), uji konfirmasi(confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test). Dalam uji tahap pertama,keberadaan Nitrosomonas masih dalam tingkat probabilitas rendah; masih dalam dugaan. Ujiini mendeteksi sifat fermentatif Nitrosomonas dalam sampel. Prosedur perhitungan adalahdengan penumbuhan dalam agar. Sampel suspensi sel diinokulasi ke dalam media agar nutrien dan diinkubasi. Lantas jumlah koloni yang terbentuk dihitung. Satu koloni yangterbentuk dari satu sel, maka jumlah koloni menunjukkan jumlah sel dalam larutanasalnya. Prosedur ini hanya menghitung sel-sel yang hidup. Bakteri Nitrosomonas adalah bakteri yang mampu menambat nitrogen dari udara.

Perhitungan jumlah suatu bakteri dapat melalui berbagai macam uji seperti uji kualitatif koliform yang secara lengkap terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga (uji kuantitatif, bisadengan metode MPN), uji penguat dan uji pelengkap. Waktu, mutu sampel, biaya, tujuananalisis merupakan beberapa faktor penentu dalam uji kualitatif Nitrosomonas.Jumlah masing-masing cawan diamati setelah inkubasi, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni, karena jumlahmikroorganisme dalam sampel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperolehsekurang-kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang memenuhisyarat tersebut maka harus dilakukan sederetan pengenceran dan pencawanan. Jumlahorganisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan mengalikan jumlah koloniyang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan.
Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh bahwa jumlah koloni nitrosomonas berjumlah 0,26 X 10-5. Pada tabung reaksi dengan seri pengenceran 10-8 diperoleh 3 tabung yang positif mengandung Nitrosomonas. Begitupun pada seri pengenceran 10-7 diperoleh 2 tabung positif. Selanjutnya pada seri pengenceran 10-6 diperoleh 1 tabung reaksi yang positif. Pada tabung reaksi dengan seri pengenceran 10-5 diperoleh 4 tabung reaksi yang positif dan terakhir pada seri pengenceran 10-4 diperoleh 2 tabung reaksi yang positif. Sesuai dengan ketentuan, bahwa seri pengenceran yang memiliki jumlah tabung yang positif dijadikan P1,kemudian seri pengenceran yang lebih besar di atasny dijadikan P2 dan P3. Dalam hal ini terlihat bahwa P1 adalah 10-5, P2 adalah 10-6, dan P3 adalah 10-7.setelah dimasukkan dalam tabel MPN, maka diperoleh bahwa nilai Nitrosomonas yang diperoleh adalah 0,26 X 10-5.

V.                KESIMPULAN


Adapun kesimpulan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Seri pengenceran dengan jumlah tabung positif trbanyak adalah seri pengenceran 10-5 dengan 4 tabung positif
2.      Nilai Nitrosomonas yang diperoleh adalah 0,26 X 10-5.
3.      Nitrosomonas dapat tumbuh dan berkembang dalam media yang telah dibuat


DAFTAR PUSTAKA



Fardiaz. 1996.Menentukan Jumlah dan Ukuran Mikroba.
Penn, C. 1991.Handling Laboratory Microorganism. Open University. Milton
Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan RD. S. Sastroatmodjo. 1996. Mikrobiologi Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 447 hal.
Sutedjo, Mul Mulyani, dkk. 1996. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta, Jakarta. Tim lab. 2006. Penuntun Praktikum Purwokerto Prodi Ilmu Tanah. Faperta UNSOED, Purwokerto.











LAMPIRAN




















 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar