HUBUNGAN MIKROBIOTA DENGAN LARUTAN TANAH
(Tugas Biologi
dan Kesehatan Tanah)
Disusun Oleh
Yoga
Herianto 0914013058
Darso Waluyo 0914013084
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011
Larutan
tanah adalah fase cairan yang mengandung air dari tanah dan larutan-larutannya.
Air-tanah : air di bawah permukaan
tanah yang terdapat dalam keadaan jenuh
dalam
seluruh pori-pori tanah, juga tempat antara dan dalam batuan. Salah satu faktor
terpenting yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam tanah adalah air,
Air merupakan komponen variabel tanah, keberadaannya bergantung pada komposisi
tanah, curah hujan, drainase/aliran udara, dan penutupan tumbuhan. Air terperangkap
dalam tanah dengan dua cara, yaitu : melalui adsorpsi
pada permukaan tanah atau sebagai
air bebas seperti lembaran tebal atau lapisan tipis di antara partikel tanah.
Air dalam tanah memiliki berbagai bahan yang terlarut di dalamnya; keseluruhannya
bercampur menjadi larutan tanah. Dalam tanah berdrainase-baik, tekanan air
cepat dan konsentrasi oksigen menjadi cukup tinggi. Dalam tanah rawa, hanya
terdapat oksigen yang terlarut dalam air, dan segera dikonsumsi oleh
mikroorganisme tanah. Tanah demikian akan cepat bersifat anaerobik,
memperlihatkan perubahan yang sangat cepat dalam komponen biologiknya.
Bagaimanapun, terdapat bukti bahwa
aktivitas metabolik mikroorganisme terkubur tersebut pada periode yang sangat
panjang mampu melakukan mineralisasi senyawa organik dan melepaskan produknya
ke dalam air tanah. Kemampuan mikroorganisme tersebut dalam hal katabolisme
senyawa toksik yang terlepas dari tanah ke dalam air tanah (misalnya, benzen,
bahan kimia pertanian, dll), saat ini menjadi perhatian khusus.
Setiap mikroba memerlukan kandungan
air bebas tertentu untuk hidupnya,
biasanya diukur dengan parameter aw (water
activity) atau kelembaban relatif. Mikroba umumnya dapat tumbuh pada aw 0,998-0,6.
bakteri umumnya memerlukan aw 0,90- 0,999. Mikroba yang
osmotoleran dapat hidup pada aw terendah (0,6) misalnya khamir Saccharomyces
rouxii. Aspergillus glaucus dan jamur benang lain dapat tumbuh pada aw 0,8.
Bakteri umumnya memerlukan aw atau kelembaban tinggi lebih dari
0,98, tetapi bakteri halofil hanya memerlukan aw 0,75. Mikroba yang tahan kekeringan
adalah yang dapat membentuk spora, konidia atau dapat membentuk kista.
Tabel berikut ini memuat daftar aw yang
diperlukan oleh beberapa jenis bakteri dan jamur :
Nilai aw
|
Bakteri
|
Jamur
|
1,00
|
Caulobacter
Spirillum
|
|
0,90
|
Lactobacilus
Bacillus
|
Fusarium
Mucor
|
0,85
|
Staphylococcus
|
Debaromyces
|
0,80
|
|
Penicillium
|
0,75
|
Halobacterium
|
Aspergillus
|
0,60
|
|
Xesromyce
|
Tekanan osmose sebenarnya sangat
erat hubungannya dengan kandungan air.
Apabila mikroba diletakkan pada
larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami
plasmolisis, yaitu terkelupasnya
membran sitoplasma dari dinding sel akibat
mengkerutnya sitoplasma. Apabila
diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plasmoptisa,
yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan
akhirnya pecah.
Berdasarkan tekanan osmose yang
diperlukan dapat dikelompokkan menjadi
(1) mikroba osmofil, adalah mikroba
yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi, (2) mikroba halofil, adalah mikroba
yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen yang tinggi,
(3) mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba
yang dapat tahan (tidak mati)
tetapi tidak dapat tumbuh pada
kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai 30%.
Contoh mikroba osmofil adalah
beberapa jenis khamir. Khamir osmofil mampu
tumbuh pada larutan gula dengan
konsentrasi lebih dari 65 % wt/wt (aw = 0,94). Contoh mikroba halofil
adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya
Halobacterium. Bakteri
yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl yang tinggi dalam
selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi untuk
stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple
bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion Natrium.
Selain itu, Hiltner pada tahun 1904
menggambarkan rizosfer sebagai bagian dari tanah yang secara langsung
dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan dari akar ke dalam larutan tanah,
sehingga tercipta kondisi yang menyenangkan bagi bakteri tertentu (Bruehl,
1987).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar