PENGENDALIAN HAMA SETELAH PERANG DUNIA KE II
REVOLUSI PENGENDALIAN HAMA OLEH DDT DAN PESTISIDA
ORGANIK SINTETIK LAINNYA
Pada
saat perang dunia I yang terjadi di Eropa, yang menjadi masalah bukanlah hama
yang penting, hanya seperti kutu dan lalat. Tetapi pada perang dunia II suatu
masalah besar terjadi,hal ini dikarenakan perang terjadi di wilayah tropis dan
serangga vektor penyakit seperti malaria dan DBD menjadi ancaman yang serius
bagi pasukan perang. Sehingga Amerika dan sekutu mengembangkan suatu zat yang
dapat digunakan untuk menghentikan serangga penyebab penyakit ini. Amerika
menemukan DDT, Jerman menggunakan organofosfat, Swiss dengan karbamatnya.
Tujuan awal dari penggunaan pestisida ini adalah untuk mengendalikan serangga
penyebab penyakit, tetapi setelah perang terjadi pabrik-pabrik pestisida
menemukan suatu target pemasaran yang baru, yaitu pertanian. Para petani
merespon dengan baik karena selain harganya murah, efektif dalam jumlah yang
kecil juga sifat toksiknya menyebar luas. Ledakan industri pestisida pun tak
dapat dihindari. Pada awalnya para petani membuat sendiri pestisida dengan
belajar secara otodidak dari majalah dll, tetapi industri-industri pestisida
kecil mulai berkembang. Selain mengenalkan herbisida selektif, mereka juga
mengenalkan alat penyemprotnya. Akibat dari adanya pestisida tersebut,
pandangan para petani tentang serangga berubah. Pada awalnya mereka berniat
untuk mengendalikan, tapi yang terjadi selanjutnya adalah pemusnahan serangga
dan gulma secara 100%. Cara-cara preventif pengendalian hama mulai dilupakan,
seperti rotasi tanaman, penggunakaan musuh alami, penggenangan dll. Banyak
palajar dan peneliti bekerja meneliti tentang senyawa pestisida.
Pestisida
pun menimbulkan bencana. Pertama, resistensi hama terhadap pestisida. Bayak
laporan yang menyatakan peningkatan resistensi hama penting di suatu wilayah
terhadap suatu jenis pestisida. Serangga melakukan perubahan genetik yang
menyebabkan mereka menjadi resisten. Berikutnya adalah resurjensi hama target.
Setelah
disemprot menggunakan insektisida modern, populasi hama menurun secara drastis,
namun kemudian meningkat jauh labih tinggi dari sebelum disemprot. Hal ini
terjadi karena insektisida yang berspektrum luas selain membunuh hama, juga
membunuh musuh alami. Musih alami yang dapat bertahan akan mati juga karena
tidak tersedianya makanan. Selain itu juga mereka akan migrasi ke tempat yang
tersedia makanan. Saat musuh alami tidak ada, hama mulai ada dan tumbuh dengan
cepat karena makanan tersedia dengan melimpah tanpa adanya ancaman musuh alami.
Itulah yang menyebabkan hama meninggkat setelah penyemprotan. Selanjutnya yaitu
meningkatnya hama sekunder. Hama sekunder merupakn spesies herbivora yang
jumlahnya meningkat sampai taraf yang merusak.
Ini terjadi karena matinya musuh alami yang mengendaliakan mereka secara
biologis. Masalah yang terakhir adalah kontaminasi lingkungan. Walaupun
penggunaan pestisida berbahaya seperti DDT teleh dihentikan, tetapi efeknya
masih tersisa dan menjadi masalah baru baik bagi lingkungan sekitar maupun
manusia itu sendiri. Pengendalian hama terpadu harus didasarkan pada
pengendalian biologis dan budaya yang dapat menekan penyalahgunaan pestisida.
Kesimpulan:
Jangan
mengatasi suatu masalah secara berlebihan, karena jika berlebihan akan menimbulkan
masalah baru. Gunakanlah segala sesuatu sewajarnya saja sesuai dengan
kebutuhan.
Darso Waluyo
0914013084
KESUBURAN TANAH
Darso Waluyo 0914013084
Evi Oktavia 0714011032
P1U3
(N+P+K+Kapur+Mulsa+Pupuk
Kandang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar